Kesuburan Tanah Lanjutan
KESUBURAN TANAH LANJUTAN
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Suntoro Wongso
Atmojo. M.S.
Disusun Oleh: Andi Ahmad Abdul Azis
NIM : S651908003
MAGISTER ILMU TANAH
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019 M/ 1441 H
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI
I. PROSES PENGHARAAN
I.1.
Siklus Hara Terbuka.
I.2.
Siklus Hara Tertutup
II. KESESUAIAN LAHAN DAN KEMAMPUAN LAHAN
II.1.
Kesesuaian Lahan.
II.2.
Kemampuan Lahan.
III. HUKUM MINIMUM LIEBIG
IV. DAFTAR PUSTAKA
I. PROSES PENGHARAAN
I.1. Siklus Hara Terbuka.
Siklus dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti
adalah putaran waktu yang di dalamnya terdapat rangkaian kejadian yang
berulang-ulang secara tetap dan teratur. Dari definisi tersebut dapat diketahui
bahwa siklus hara merupakan penyediaan hara secara terus menerus (kontinyu)
bila ditinjau dari konteks hubungan tanaman-tanah. Dalam konteks yang lebih
luas, penyediaan hara secara kontinyu ini melibatkan juga masukan dari hasil
pelapukan mineral tanah, aktivitas biota, dan transformasi lain yang ada di
biosfir, lithosfir dan hidrosfir (Hairiah, et.al.
2002).
Siklus hara terbuka adalah keberadaan hara didalam tanah tergantung kepada pasokan hara dari luar (pupuk dan tambahan bahan organik lain). Poedjirahajoe (2015) menyatakan didalam penelitiannya bahwa keberadaan hara dalam substrat mangrove tergantung oleh pasokan hara dari sungai maupun laut sesuai dengan sifat siklus hara yang ada di perairan, yaitu siklus hara terbuka. Menurut Hairiah (2002) pertanian memiliki siklus hara terbuka ditimbang dari borosnya kehilangan hara dari tanah “sistem pertanian memiliki siklus hara yang ‘terbuka’ atau ‘bocor’ karena memiliki jumlah kehilangan hara yang besar”.
I.2. Siklus Hara Tertutup
Pembakaran hutan
merupakan cara tercepat untuk membuka lahan, isu terpopuler saat ini adalah
kebakaran hutan,kebakaran hutan ini terjadi di provinsi Riau, Jambi dan
Kalimantan Tengah (Gusrina. 2019). Dampak yang terjadi menimbulkan kabut asap
yang tebal dan mengganggu aktifitas warga. Pembakaran hutan ini tidak lebih
adalah karena ulah tangan manusia. Proses pembukaan lahan hutan deforestrasi merupakan proses perubahan
siklus hara, dari siklus awal tertutup menjadi terbuka, karena akan digunakan
sebagai hutan tanaman industri.
Perubahan tutupan lahan akan menyebabkan perubahan ketersediaaan unsur hara dan sifat-sifat tanah lainnya. Pembukaan lahan hutan selalu dikhawatirkan akan menyebabkan perubahan siklus unsur hara yang terjadi. Pada hutan alam, siklus hara yang berlangsung adalah siklus tertutup. hutan tropis memiliki kemampuan self nutrient recovery, adalah kemampuan untuk melepas kembali 2/3 nutrien yang ada ke dalam tubuh tanaman sebelum menggugurkan daunnya. Dengan demikian pembukaan hutan, akan menyebabkan terputusnya siklus unsur hara tersebut (Riniarti dan Agus. 2014).
II. KESESUAIAN LAHAN DAN KEMAMPUAN LAHAN
II.1. Kesesuaian Lahan.
Evaluasi lahan adalah
suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan
menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan
akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan
keperluan.Kesesuaaian lahan berhubungan dengan penggunaan lahan untuk suatu komoditas
pertanian tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat
ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
potensial) (Ritung et.al, 2007).
Struktur klasifikasi
kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut
tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan
kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan
antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai
(N=Not Suitable) (Utomo, et.al. 2016).
II.2. Kemampuan Lahan.
Menurut Arsyad (2010)
klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan)
secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan
atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaan lahan
lestari. Hal ini menjadi sebuah acuan dalam pemanfaatan lahan, sehingga tetap
mendapatkan hasil yang optimum dan tetap menjaga kelestarian ekologi.
Penggunaan lahan dapat diarahkan
berdasarkan potensi dan kemampuan lahan sehingga produktifitas meningkat,
kondisi lahan tidak rusak dan resiko bencana berkurang. Lahan yang diperuntukan
untuk bidang pertanian harus tepat, karena apabila tidak sesuai dengan potensi,
maka hasil pertanian juga tidak akan maksimal bahkan akan menimbulakn kerugian (Hantarto.
2017).
III. HUKUM MINIMUM LIEBIG
Suatu organisme di dalam perkembangan dan pertumbuhannya akan ditentukan oleh bahan atau faktor penting yang dalam keadaan minimum, faktor inilah yang disebut faktor pembatas. Untuk dapat bertahan dan hidup di dalam keadaan tertentu suatu organisme harus memiliki bahan-bahan penting yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Dibawah keadaan mantap bahan penting yang tersedia dalam jumlah yang mendekati minimum cenderung merupakan pembatas. Hukum ini pertama kali dikemukakan oleh Justus Von Liebig pada tahun 1840. Liebig merupakan perintis dalam pengkajian pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan tanaman. Liebig menemukan bahwa hasil tanaman seringkali dibataSi bukan oleh hara yang diperlukan dalam jumlah banyak, seperti misalnya karbondioksida dan air tetapi oleh beberapa bahan mentah seperti boron yang diperlukan dalam jumlah sedikit dan sangat langka di dalam tanah. Pernyataan bahwa "pertumbuhan suatu tanaman tergantung pada jumlah bahan makanan yang diSediakan baginya dalam jumlah minimum " terkenal Sebagai Hukum Minimum Liebig (Mustaqim. 2018).
Gambar 2. The law of the minimum. Bahwa
pertumbuhan tanaman dibatasi oleh hara yang jumlahnya relatif paling sedikit.
Teori Liebig yang terkenal adalah Teori Hukum Minimum (The law of the minimum). Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dibatasi oleh hara yang jumlahnya relatif paling sedikit. Jika ada hara yang paling sedikit jumlahnya atau dibawah ambang kritis, maka hara tersebutlah yang paling menghambat pertumbuhan (Utomo, et.al. 2016).
IV. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan
Air. IPB Press, Bogor.
Gusrina, Desti. 2019. Akibat yang
Ditimbulkan dari Kebakaran Hutan dan Lahan Menurut BNPB.
https://www.liputan6.com/news/read/4064864/akibat-yang-ditimbulkan-dari-kebakaran-hutan-dan-lahan-menurut-bnpb.
Hairiah, Kurniatun., Sri Rahayu
Utami, Betha Lusiana dan Meine van Noordwijk. 2002. Neraca Hara Dan Karbon
Dalam Sistem Agroforestri. Bahan Ajar.
Hantarto. Ramdhan
Kresnawan. 2017. Analisis Kemampuan Lahan Untuk Arahan Penggunaan Lahan Bidang
Pertanian Di Das Jono, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Skripsi Mahasiswa Program Studi Geografi Fakultas Geografi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Mustaqim, Wendy Achmmad. 2018. Hukum
Minimum Liebig - Sebuah Ulasan dan Aplikasi Dalam Biologi Kontemporer. Jurnal
Bumi Lestari, Volume 18, Nomor 1. Halaman 28-32.
Poedjirahajoe, Erny. 2015.
Klasifikasi Habitat Mangrove untuk Pengembangan Silvofishery Kepiting Soka (Scylla serrata) di Pantai Utara
Kabupaten Rembang. Jurnal Ilmu Kehutanan. Volume 9 No. 2. Hlm 85-93.
Riniarti. Melya
dan Agus Setiawan. 2014. Status Kesuburan Tanah Pada Dua Tutupan Lahan Di
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Batutegi Lampung. Jurnal Sylva
Lestari. Vol. 2 No. 2. Hlm 99-104.
Ritung S,
Wahyunto, Agus F, dan Hidayat H. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan
Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian
Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.
Utomo, Muhajir,
Tengku Sabrina, Sudarsono, Jamalam Lumbanraja, Bujang Rusman Dan Wawan. 2016.
Ilmu Tanah Dasar-Dasar Dan Pengelolaan. Prenada Media Grup. Jakarta.
Comments
Post a Comment