Laporan Praktikum
Pengaruh Etilen pada Pematangan Buah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih mejadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walau hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa produk hortikultura relatif tidak tahan disimpan lama dibandingkan dengan produk pertanian yang lain.
Hal tersebutlah yang menjadi perhatian kita semua, bagaimana agar produk hortikultura yang telah dengan susah payah diupayakan agar hasil yang dapat panen mencapai jumlah yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang sebaik-baiknya dapat dipertahankan kesegarannya atau kualitasnya selama mungkin. Sehubungan dengan hal tersebut maka sangatlah perlu diketahui terlebih dahulu tentang macam-macam penyebab kerusakan pada produk hortikultura tersebut, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap penyebab kerusakannya. Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana atau upaya-upaya apa saja yang mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan tersebut sehingga kalaupun tejadi kerusakan terjadinya sekecil mungkin.
Pengaturan suhu dan penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat dapat mengurangi atau meniadakan terjadinya kerusakan pada komoditi hortikultura. Namun, jika pelaksaan keduanya tidak tepat malah akan menyebabkan kerusakan dan penurunan kualitas produk seperti chilling injury dan degreening. Sehingga pengetahuan akan pemanfaatan teknologi tersebut menjadi penting untuk dipelajari.
Sayuran dan buahan hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen jika dibiarkan begitu saja akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi parasit atau mikrobiologis. Perubahan-perubahan tersebut ada yang mengntungkan, tetapi kalau tidak dikendalikan akan sangat merugikan.
.Sayuran dan buahan pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi, tetapi rendah dalam kandungan protein dan lemak. Komposisi setiap sayuran dan buah berbeda, tergantung pada varietas, cara panen, pemeliharaan tanaman, keadaan iklim, tingkat kematangan, kondisi selama pematangan dan kondisi ruang pematangan.
Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen disebut juga ethane Senyawa etilen pada tumbuhan ditemukan dalam fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan mudah menguap.
Etilen memiliki struktur yang cukup sederhana dan diproduksi pada tumbuhan tingkat tinggi, Etilen sering dimanfaatkan oleh para distributor dan importir buah. Buah dikemas dalam bentuk belum masak saat diangkut pedagang buah. Setelah sampai untuk diperdagangkan, buah tersebut diberikan etilen (diperam) sehingga cepat masak.
Dalam pematangan buah, etilen bekerja dengan cara memecahkan klorofil pada buah muda, sehingga buah hanya memiliki xantofil dan karoten. Dengan demikian, warna buah menjadi jingga atau merah.
Pada aplikasi lain, etilen digunakan sebagai obat bius (anestesi) Fungsi lain etilen secara khusus adalah
• Mengakhiri masa dormansi
• Merangsang pertumbuhan akar dan batang
• Pembentukan akar adventif
• Merangsang absisi buah dan daun
• Merangsang induksi bunga Bromiliad
• Induksi sel kelamin betina pada bunga
• Merangsang pemekaran bunga
Tujuan
Kegiatan pratikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan pemberian gas etilen kepada beberapa jenis buah-buahan
TINJAUAN PUSTAKA
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup, pada waktu-waktu tertentu senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian (Winarno, 1992).
Etilen adalah suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Disebut hormone karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormone, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Secara tidak disadari, penggunaan etilen pada proses pematangan sudah lama dilakukan, jauh sebelum senyawa itu diketahui nama dan peranannya (Aman, 1989).
Meskipun sekarang sudah ada bukti-bukti yang cukup meyakinkan yang mendukung pandangan bahwa C2H4 (etilen) itu sesungguhnya merupakan hormon pematangan, namun dalam penelitian dijumpai beberapa kesukaran, diantaranya: selama ini orang belum berhasil menghilangkan seluruh C2H4 (etilen) yang ada dalam jarigan untuk menunjukkan bahwa proses pematangan akan tertunda apabila C2H4 (etilen) tidak ada (Pantastico, 1989).
Usaha-usaha untuk mengungkapkan atau mengetahui lebih lanjut tentang biogenesis pembentukan etilen terus berlangsung dengan dimulai penelitian-penelitian oleh para pakar, kali ini penelitian dengan memenfaatkan etilen itu sendiri dengan aktifitas yang khas pada jaringan beberapa buah-buahan yang kemungkinan akan dapat menjelaskan suatu tanda Tanya berkaitan dengan biogenesis pembentukan (Kartasapoetra, 1994).
Etilen diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi dari asam amino metionin yang esensial pada seluruh jaringan tumbuhan. Produksi etilen bergantung pada tipe jaringan, spesies tumbuhan, dan tingkatan perkembangan[9]. Etilen dibentuk dari metionin melalui 3 proses[10]:
• ATP merupakan komponen penting dalam sintesis etilen. ATP dan air akan membuat metionin kehilangan 3 gugus fosfat.
• Asam 1-aminosiklopropana-1-karboksilat sintase(ACC-sintase) kemudian memfasilitasi produksi ACC dan SAM (S-adenosil metionin).
• Oksigen dibutuhkan untuk mengoksidasi ACC dan memproduksi etilen. Reaksi ini dikatalisasi menggunakan enzim pembentuk etilen.
Dewasa ini dilakukan penelitian yang berfokus pada efek pematangan buah. ACC sintase pada tomat menjadi enzim yang dimanipulasi melalui bioteknologi untuk memperlambat pematangan buah sehingga rasa tetap terjaga.
Etilen adalah zat cair yang tidak berwarna, kental dan manis, mudah larut dalam air, memiliki titik didih relatif tinggi dan titik beku rendah. Senyawa ini sering digunakan sebagai pelarut dan bahan pelunak (pelembut). Pada bidang pertanian etilen digunakan sebagai zat pemasak buah. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, griberelin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Etilen di alam akan berpengaruh apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.
Perlakuan pada buah mangga dengan menggunakan etilen pada konsentrasi yang berbeda akan mempengaruhi proses pemasakan buah. Pemasakan buah ini terlihat dengan adanya struktur warna kuning, buah yang lunak dan aroma yang khas. Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula. Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula tersebut merupakan proses pemasakan yang ditandai dengan perubahan warna, tekstur dan bau buah.
Proses sintesis protein terjadi pada proses pematangan seacra alami atau hormonal, dimana protein disintesis secepat dalam proses pematangan. Pematangan buah dan sintesis protein terhambat oleh siklohexamin pada permulaan fase klimatoris setelah siklohexamin hilang, maka sintesis etilen tidak mengalami hambatan. Sintesis ribonukleat juga diperlukan dalam proses pematangan. Etilen akan mempertinggi sintesis RNA pada buah mangga yang hijau.
Etilen dapat juga terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu menghilangkan aktivitas auksin karena etilen dapat merusak polaritas sel transport, pada kondisi anearob pembentukan etilen terhambat, selain suhu O2 juga berpengaruh pada pembentukan etilen. Laju pembentukan etilen semakin menurun pada suhu di atas 30 0 C dan berhenti pada suhu 40 0 C, sehingga pada penyimpanan buah secara masal dengan kondisi anaerob akan merangsang pembentukan etilen oleh buah tersebut. Etilen yang diproduksi oleh setiap buah memberi efek komulatif dan merangsang buah lain untuk matang lebih cepat.
Buah berdasarkan kandungan amilumnya, dibedakan menjadi buah klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah.
Proses Klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan keanaikan jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Etilen yang dihasilkan pada pematangan mangga akan meningkatkan proses respirasinya. Tahap dimana mangga masih dalam kondisi baik yaitu jika sebagian isi sel terdiri dari vakuola.
Perubahan fisiologi yang terjadi sealam proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi kliamterik, diduga dalam proses pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu:
1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar, hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat.
2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi.
1. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia, Swingle.)
Tanaman ini termasuk ke dalam famili Rutaceae. Jeruk nipis merupakan salah satu jenis citrus Geruk. Tanaman ini berupa perdu dengan tinggi ± 3,5 m. Batang tanaman jeruk nipis berkayu, bulat, berduri, putih kehijauan. Daunnya majemuk, elips alau bulat telur, pangkal membulat, ujung turnpul, tepi beringgit, panjang 2,5-9 cm, lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip, tangkai 5-25 mm, bersayap, hijau. Tanaman ini memiliki bunga majemuk atau tunggal, di ketiak daun atau di ujung batang, diameter 1,5-2,5 cm, kelopak bentuk mangkok, berbagi empat sampai lima, diameter 0,4-0,7 cm, putih kekuningan, benang sari 0,5-0,9 cm, tangkai sari 0,35-0,40 cm, kuning, bakal buah bulat, hijau kekuningan, tangkai putik silindris, putik kekuningan, kepala putik bulat, tebal, kuning, daun mahkota empat sampai lima, bulat telur atau lanset, panjang 0,7-1,25 cm, lebar 0,25-0,50 cm, putih. Buahnya berupa buni dengan diameter 3,5-5 cm, masih muda hijau setelah tua kuning. Bijinya berbentuk bulat telur, pipih, putih kehijauan. Akar tanaman ini berupa akar tunggang, bulat, dan berwarna putih kekuningan. Tanaman jeruk nipis pada umur 2 1/2 tahun sudah mulai berbuah. Tanaman jeruk umumnya menyukai tempat-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari langsung.
Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bemanfaat. Misalnya: limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren dan sitral. Di samping itu jeruk nipis mengandung asam sitrat. 100 gram buah jeruk nipis mengandung vitamin C 27 mg, kalsium 40 mg, fosfor 22 mg, hidrat arang 12,4 g, vitamin B 1 0,04 mg, zat besi 0,6 mg, lemak 0,1 g, kalori 37 g, protein 0,8 g dan air 86 g.
2. Cabai Merah
Cabai atau cabai merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan.
Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur).
Tanaman cabai cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang serta tidak tergenang air ; pH tanah yang ideal sekitar 5 – 6. Waktu tanam yang baik untuk lahan kering adalah pada akhir musim hujan (Maret – April). Untuk memperoleh harga cabai yang tinggi, bisa juga dilakukan pada bulan Oktober dan panen pada bulan Desember, walaupun ada resiko kegagalan. Tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit . Buah cabai yang telah diseleksi untuk bibit dijemur hingga kering. Kalau panasnya cukup dalam lima hari telah kering kemudian baru diambil bijinya: Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg buah cabai (300-500 gr biji).
Nutrisi cabai merah cukup banyak, khususnya kandungan vitamin A dan C di dalamnya. Dalam 100 g cabai merah terdapat vitamin C atau asam askorbat 190 mg. Sedangkan kandungan vitamin A adalah 5700 IU. Sedangkan kandungan mineral cabai merah antara lain kalsium, besi, magnesium, phospor, potassium, seng, dan lain-lain.
Chilling Injury
Chilling injury merupakan kerusakan akibat lingkungan pada suhu lingkungan rendah. Disamping itu akan menyebabkan buah berkurang kekerasannya, aroma, dan umur simpan. Buah akan menjadi lunak sehingga aroma buah akan berubah menjadi agak busuk dan umur simpan menjadi pendek serta dapat mendatangkan mikroba dan akhirnya buah akan busuk. Setelah buah mengalami perubahan fisik / kerusakan maka nilai jual di pasaran akan turun bahkan tidak dapat dijual karena tidak bisa lagi dikonsumsi sebagaimana layaknya.
Degreening
Proses degreening yaitu proses perombakan warna hijau pada kulit jeruk diikuti dengan proses pembentukan warna kuning jingga.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti halnya lingkungan, tetapi juga oleh hormon yang ada didalam tanaman. Sejauh ini, peran hormon dalam tanaman belum mendapat perhatian khusus dari para petani kita. Padahal justru adanya hormon inilah yang bisa mempengaruhi tingkat produktifitas maupun kualitasnya.
Berkaitan dengan adanya hormon pada tanaman, seringkali kita mendengar istilah Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Perbedaan keduanya terletak pada terminologi yang digunakan. Dimana hormon merupakan zat yang dihasilkan di dalam tanaman secara alamiah sedangkan ZPT merupakan zat yang disentesis secara buatan oleh manusia sehingga dapat dikatakan bahwa hormon pasti ZPT namun ZPT belum tentu hormon. ZPT disintesis secara buatan dengan harapan agar tanaman memacu pembentukkan hormon yang sudah ada di dalam tubuhnya atau dengan kata lain dia menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman tersebut gagal atau kurang dapat memproduksinya secara baik.
Hormon tanaman itu sendiri terbagi dalam beberapa kelompok diantaranya auxin, giberalin, sitokinin, ethylen dan inhibitor (growth retardant). Ethylen merupakan hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah. Berkaitan dengan hormon tanaman, maka jenis ZPT yang beredar di pasaran pun beragam. Contoh ZPT diantaranya IBA, NAA, 2,4-D yang termasuk golongan hormon auksin, GA3 yang masuk hormon perangsang pertumbuhan golongan gas, Kinetin masuk golongan hormon sitokinin. Etephon (Protephon) termasuk golongan ethylen serta asicid acid yang termasuk golongan inhibitor.
Untuk tanaman yang menghasilkan buah seperti melon, semangka, timun, cabe, tomat dan lain sebagainya, peran hormon ethylen untuk merangsang cepatnya proses pematangan buah sangat dibutuhkan, apalagi saat petani dituntut untuk segera memenuhi kebutuhan produk tersebut sebagai akibat permintaan pasar yang besar. Meskipun pada prinsipnya setiap tanaman sudah memiliki hormon tersebut namun karena kondisi yang kurang kondusif baik yang dipengaruhi oleh internal maupun eksternal tanaman membuat zat-zat perangsang pertumbuhan seperti ethylen tanpa bantuan dari luar tentu tidak akan berjalan secara lancar.
Ethylen seperti yang disinggung sebelumnya merupakan hormon yang berbeda dengan hormon lain karena dalam keadaan normal, ethylen berbentuk gas (C2H4) dengan struktur kimia yang sangat sederhana. Ethylen ini sendiri dihasilkan dari proses respirasi buah, daun dan jaringan lainnya didalam tanaman. Apabila ZPT ini digunakan dalam jumlah yang cukup besar, maka hormon ini dapat digunakan untuk mempercepat pemasakan buah. Dengan adanya ZPT yang mengandung ethephon, maka kinerja sintetis ethylen berjalan optimal sehingga tujuan agar buah cepat masak bisa tercapai.
Dengan semakin pentingnya zat pengatur tumbuh dalam upaya merangsang hormon dalam tanaman, kini banyak beredar jenis- ZPT dengan fungsi dan kelebihan masing-masing. Untuk mempercapat pemasakan buah maka penggunaan ZPT berbahan aktif etephon merupakan langkah yang tepat.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan.
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
• Penetrometer
• Refrakrometer
• pH meter.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
• pisang tua (mature),
• pisang masak (ripe),
• papaya, tomat.
Cara Kerja.
Simpan pisang yang telah tua dengan perlakuan sbb:
1. ditempat yang terbuka dengan suhu ruang.
2. di dalam wadah tertutup.
3. di dalam wadah tertutup dengan pisang yang telah masak.
4. dalam wadah tertutup, diberi gas karbit.
Lakukan pengamatan setiap hari selama 1 minggu terhadap warna, aroma, kekerasan, kada padatan terlarut dan pH. Warna dan aroma diamati secara organoleptik. Kekerasan diukur dengan Pneterometer, kadar padatan terlarut diukur dengan refraktometer, sedang pH diukur dengan pH meter.
Degreening
1. Siapkan jeruk nipis, usahakan ukuran dan warnanya seragam (hijau tua)
2. Siapkan larutan ETP 40 ppm encerkan dalam air 1 liter
3. Masukkan jeruk nipis pada larutan ETP yang telah diencerkan, diamkan beberapa saat
4. Setelah itu diangkat dan ditiriskan, simpan pada suhu ruangan
5. Amati perubahan warna, kelunakan, dan aroma.
Chilling Injury
1. Siapkan cabe merah besar yang masih keras (bagus, tidak cacat)
2. Bungkus dengan koran, tipis saja
3. Simpan dalam lemari pendingin dengan suhu 3 derajat
4. Amati perubahan warna, kelunakan, dan aroma.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk menguji pengaruh etilen terhadap pematangan buah-buahan, pada pisang tua yang diletakkan pada suhu ruang pada hari pertama tidak menunjukkan perubahan yang berarti, sedangkan pada pisang tua yang ditempatkan dalam wadah dengan menggunakan etilen (karbit), menunjukkan perubahan visual, yaitu warna yang berubah dari hijau menjadi hijau kekuningan. Ini menunjukkan bahwa, etilen yang diletakkan bersamaan buah pisang sudah mulai bekerja membantu proses pematangan buah.
Cara ini banyak digunakan oleh pedagang buah yang pada saat sekarang ini sudah banyak menggunakan etilen (karbit) untuk membantu pematangan buah dengan cepat. Pada pisang tua yang diletakkan bersamaan dengan pisang masak, terjadi perubahan pada pisang tua, yaitu pisang tua itu sedikit menguning. Hal ini terjadi akibat dari gas etilen alami yang dikeluarkan oleh pisang yang dapat memicu pematangan pada pisang tua.
Akibatnya pisang tua itu menjadi cepat matang, pada hari ke 2, pisang tua pada ruangan terbuka semakin melunak, demikian juga pada wadaha yang diisi dengan pisang tua dan matang juga semakin lunak. Namun kelunakan pada kedua wadah tersebut berbeda
Grafik 1. Pola Hubungan Penggunaan Dosis Etephon terhadap Perubahan Warna Jeruk Nipis
Grafik 2. Pola Hubungan Penggunaan Dosis Etephon terhadap Perubahan Warna Jambu biji
Grafik 3. Pola Hubungan Penggunaan Dosis Etephon terhadap Perubahan Warna Pisang
Chilling Injury
Pada praktikum ini perlakuan chilling injury pada tanaman hortikultura ( buah-buahan), seperti: mentimun, cabe besar, wortel, tomat, papaya, mangga dan jambu biji. Telah kita ketahui bahwa sifat dari tanaman hortikultura adalah produk masih hidup sehingga masih melakukan kegiatan respirasi dan metabolisme. Bila lingkungan dalam penyimpanan atau bisa dikatakan perlakuan pasca panen tidak sesuai/ lingkungan yang tidak sesuai maka akan menyebabkan kerusakan pada komoditas hortikultura tersebut. Sehingga untuk mempertahankan kualitas produk hingga sampai ke tangan konsumen antara lain: penyimpanan suhu rendah dapat menurunkan laju respirasi, mengurangi efek etilen yang menyebabkan kematangan dengan cepat. Lingkungan yang tidak mendukung dapat mneyebabkan kerusakan yang produk. Misalnya saja Chiling injury merupakan kerusakan produk yang diakibatkan oleh suhu lingkungan yang terlalu rendah sehingga dapat menurunkan kualitas nilai produk untuk dipasarkan. Akibat yang ditimbulkan chilling injury, misalnya bintik-bimtik pada produk, perubahan warna, pencoklatan, pematangan yang tidak normal, bahkan kebusukan pada produk.
Suhu penrilyimpanan untuk setiap komoditas berbeda-beda, sehingga pada saat satu produk tersebut sudah mengalami kerusakan fisik maka belum tentu produk yang lain juga mengalami kerusakan. Karena produk yang mnegalami kerusakan suhu penyimpanannya sudah melewati batas sedangkan produk lain masih bisa mentolerin. Pada setiap kelompok berbeda-beda komoditasnya dan suhu penyimpanannya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hampir seluruh komoditas pada suhu 3oC buah tetap pada kondisi pada awalnya, sedangkan pada suhu 6OC buah sudah mengalami kerusakan fisik. Pada cabe besar ketika buah matang, tekstur permukaan luar licin dan mengkilat. Proses pematangan hingga warna merah dibaregi oleh akumulasi gula sederhana di dalam kulit buah. Dimana warna merah itu sendiri dipengaruhi oleh pigmen karotenoid. Kadang waktu pemanenan etepon digunakan untuk mempercepat pembentukan warna buah. Pada suhu penyimpanan 3OC mengalami agak keriput pada kulit buah dan adanya bintik hitam seperti antraknosa namun masih segar.kemudian untuk komoditas lain bagian dalam buahnya juga mengalami kerusakan seperti kelunakan buah. Sehingga dapat dikatakan bahwa buah akan mengalami perubahan warna menjadi kuning, kulit agak keriput, lunak.
Chilling injury merupakan kerusakan akibat lingkungan pada suhu lingkungan rendah. Disamping itu akan menyebabkan buah berkurang kekerasannya, aroma, dan umur simpan. Buah akan menjadi lunak sehingga aroma buah akan berubah menjadi agak busuk dan umur simpan menjadi pendek serta dapat mendatangkan mikroba dan akhirnya buah akan busuk. Setelah buah mengalami perubahan fisik / kerusakan maka nilai jual di pasaran akan turun bahkan tidak dapat dijual karena tidak bisa lagi dikonsumsi sebagaimana layaknya. Oleh karena itu, perlu adanya pencegahan kerusakan akibat chilling injury, antara lain: peningkatan kelembaban ruang simpan, pemanasan ringan, penerapan penggunaan suhu penyimpanan bertahap, dan penggunaan kalsium. Dengan demikian, produk hortikultura dapat dijual di pasar dan tidak menurunkan kualitas produk bila disimpan pada suhu rendah.
Degreening.
Degreening pada buah jeruk nipis dengan pemberian etephon dengan dosis 10 ppm dan 20 ppm memberikan hasil warna yang tidak berbeda jauh. Sedangkan pada perlakuan etephon 10 ppm lebih cepat melunakkan kulit buah jeruk nipis. Pada buah jambu biji etephon dengan dosis 20 ppm lebih cepat membuat warna buah jambu biji berubah dari hijau menjadi kuning. Sedangkan pada pemberian etephon 10 ppm lebih cepat melunakkan buah jambu biji jika dibandingkan dengan perlakuan etephon 20 ppm. Pada buah pisang dengan etephon 10 ppm membuat warna buah menjadi kuning kecoklatan. Hal ini menunjukkan bahwa etephon mempercepat kematangan buah pisang dan menyebabkan aroma buah lebih tajam jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa pemberian etephon).
Gas asetilen pada proses penguningan buah jeruk akan merangsang pembentukan gas etilen dalam sel. Gas etilen merombak klorofil pada kulit jeruk dan mensintesis pigmen karotenoid. Aktivitas perombakan tersebut hanya terjadi pada lapisan subepidermal kulit buah. Hasilnya kulit buah yang semula hijau berubah jadi jingga tanpa mengubah rasa buah. Hal itu dibuktikan oleh Dr Mohamad Soedibyo dan Ir Wisnu Broto, MS, peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian di Bogor. Dalam penelitiannya pada 1992 Soedibyo menunjukkan degreening dengan menggunakan gas asetilen tidak mengubah nilai gizi jeruk. Sementara hasil penelitian Wisnu pada 1988, gas asetilen tidak mempengaruhi kadar gula total, kadar asam total, dan kadar vitamin C.
Degreening bisa diterapkan pada semua jenis jeruk. Namun, lazimnya jenis jeruk keprok dan mandarin karena ketika didegreening warna cenderung jadi jingga. Beda dengan siem yang berubah jadi kuning. ‘Warna kuning umumnya tidak disukai konsumen karena buah dianggap sudah terlalu matang atau sudah lama dipanen,’ kata Roedhy Poerwanto yang meraih gelar doktor dari Ehime University, Shikoku, Jepang.
Proses penguningan kulit buah itu tidak mempengaruhi kematangan buah. Oleh karena itu jeruk yang akan dikuningkan harus memiliki kematangan yang cukup sehingga kualitas rasanya baik: manis. Warna kuning sekurang-kurangnya 70%. Dengan begitu warna yang dihasilkan akan lebih menarik, jingga mengkilap. Bila kurang dari itu biasanya kuningnya pucat sehingga tak menarik, kata Wisnu.
Sementara menurut Ir Retno Pangestuti, peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, jeruk yang masih berwarna hijau pun bisa didegreening dengan syarat sudah matang. Namun, biasanya semburat warna hijau yang digunakan 10 -20%. Kalau kurang dari itu kekuningan buah dalam degreening tidak seragam, kecuali ada pemilihan buah sebelumnya.
Secara teoritis dari segi fisiologi tumbuhan disebutkan bahwa mekanisme kerja ethephon dalam proses pemasakan buah sebagai berikut:
1. Pada tingkat molekular C2H4 (ethephon) dalam proses klimaterik , buah terikat pada ion logam dan enzim yang berfungsi untuk mempercepat proses respirasi untuk merubah karbohidrat menjadi gula sehingga proses pemasakan menjadi lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh pada aroma, warna dan rasa buah yang diberi perlakuan ethephon.
2. Adanya ethephon menyebabkan enzim lebih mudah mencapai substrat karena akan mempercepat proses respirasi di dalam buah dan mempercepat pula proses perubahan karbohidrat menjadi gula sehingga proses pemasakan menjadi lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh pada aroma, warna dan rasa buah yang telah diberi perlakuan etephon.
3. Ethephon menyebabkan enzim lebih mencapai substrat , karena akan mempercepat pula proses respirasi di dalam buah dan mempercepat pula proses perubahan karbohidrat menjadi gula pada proses klimaterik dan penuaan buah.
4. Prothephon pada tingkat sel akan menyebabkan melokeul C2H4 lebih mudah masuk dalam kedalam membran karena C2H4 mampu menambah permeabilitas membran sel maupun membran-membran bagian sub seluler sehingga membran substrat akan lebih mudah dicapai oleh enzim respirasi karena C2H4 mudah larut dalam air dan lemak.
Comments
Post a Comment