TEKNIK PERANGSANGAN PEMBUNGAAN PADA POHON KELENGKENG DIAMOND RIVER (Dimocarpus longan Lour)

TEKNIK PERANGSANGAN PEMBUNGAAN PADA POHON KELENGKENG DIAMOND RIVER (Dimocarpus longan Lour)




Disusun Oleh : Andi Ahmad Abdul Azis
NIM : 352014630898
Dosen Pengampu : Umi Isnatin, S.P., M.P.


Program Studi Agroteknologi
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Darussalam Gontor
Ponorogo – Indonesia
2017 M/1438 H


DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
    1a. Latar belakang
    1b. Klasifikasi kelengkeng
BAB II. FAKTOR PENYEBAB POHON KELENGKENG TIDAK BERBUNGA DAN KEMUDIAN TIDAK BERBUAH
DAFTAR PUSTAKA
 

BAB I. PENDAHULUAN

1a. Latar belakang

Tanaman lengkeng (Dimocarpus longan Lour) berasal dari utara India timur, Burma atau Cina (Tindall, 1994). Lengkeng yang dibudidayakan di Indonesia ada dua macam yaitu lengkeng lokal dan lengkeng introduksi. Lengkeng lokal ada beberapa kultivar diantaranya adalah lengkeng batu dan lengkeng kopyor (Prawitasari, 2001), sedangkan lengkeng introduksi ada yang berasal dari Thailand misalnya lengkeng‘Diamond river’, dan yang berasal dari Vietnam adalah ‘Pimpong’ (Kuntarsih et.al., 2005).
Tanaman lengkeng ‘Diamond river’ memiliki daya adaptasi yang cukup luas. Lengkeng ini dapat tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi. Selain itu lengkeng ‘Diamond river’ memiliki beberapa keunggulan diantaranya, berbunga tidak sesuai dengan musim dan dapat berbunga pada umur 1-2 tahun (Usman, 2004).
Proses pembungaan merupakan perubahan aspek vegetatif menjadi aspek reproduktif. Pada waktu pembungaan aspek vegetatif bagian terminal atau lateral akan mengalami berbagai proses perubahan fisiologi dan histologi serta berubah bentuk secara langsung menjadi aspek reproduktif. Aspek reproduktif inilah yang dapat berkembang baik sebagai bunga atau inflorescence. Perubahan-perubahan morfologis yang terjadi mulai dari aspek vegetatif ke aspek reproduktif biasanya secara cepat dan jelas (Fahn, 1991).
Pada tanaman lengkeng lokal, proses pembungaannya dimulai dari terjadinya induksi bunga yang diikuti oleh inisiasi bunga sampai dengan bunga mekar. Awal induksi pembungaan lengkeng ditandai dengan perubahan morfologi daun. Pada lengkeng lokal daun yang belum terinduksi berwarna hijau muda yang ditunjukkan dengan angka skala 7,5 GY 4/6, sedangkan daun yang sudah terinduksi warna daun berubah menjadi hijau tua dengan angka skala 7,5 GY (3/4 sampai 3/2) menggunakan Munsell color charts for plant tissues. Stadium induksi pembungaan ini terjadi selama 6 hari yang kemudian dilanjutkan dengan stadium diferensiasi. Pada stadium diferensiasi ditandai dengan adanya pemanjangan tangkai dan pemanjangan kubah apikal menjadi lebih tinggi membentuk kerucut. Stadium diferensiasi terjadi selama 6 hari setelah stadium induksi sampai stadium pendewasaan bunga. Pendewasaan bunga ini ditandai dengan adanya tonjolan calon bunga sampai bunga mekar 100% selama 18 hari (Prawitasari, 2002).

1b. Klasifikasi kelengkeng

Botani Tanaman Lengkeng (Dimocarpus longan Lour) ‘Diamond river’ Tanaman lengkeng diperkenalkan pertama kali pada tahun 1896 oleh pendatang dari China. Saat ini, negara-negara yang mengembangkan tanaman lengkeng antara lain adalah Thailand, Vietnam, China, Malaysia, dan Indonesia. Sentral produk lengkeng di Indonesia adalah Ambarawa, Temanggung, Magelang, Wonosobo, Tawangmangu, Semarang, dan Kotamadya Salatiga, serta Malang (Rukmana, 2003). Lengkeng ‘Diamond river’ merupakan lengkeng introduksi dari Thailand. Daya adaptasi lengkeng tersebut cukup luas, dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, tetapi lebih banyak berkembang di dataran rendah. Asal-usulnya lengkeng tersebut merupakan lengkeng dataran tinggi yang beradaptasi dengan baik di dataran rendah (Usman, 2004).
Tanaman lengkeng termasuk kerabat dekat dengan leci atau lichi (Dimocarpus litchi Lour). Klasifikasi tanaman lengkeng sebagai berikut :
Divisi               : Magnoliophyta
Class                : Magnoliopsida
Ordo                : Sapindales
Famili              : Sapindaceae
Genus              : Dimocarpus
Spesies            : Dimocarpus longan Lour.
(Germplasm Resources Information Network (GRIN), 2011)
Tanaman lengkeng ‘Diamond river’ memiliki batang berkayu keras, tinggi mencapai 15 meter atau lebih, memiliki banyak percabangan, dan membentuk tajuk (kanopi) tanaman yang rimbun dan kompak seperti payung. Kulit batang lengkeng agak tebal dan berwarna hijau sampai kecoklat-coklatan (Satiadiredja, 1984).
Lengkeng ini memiliki sistem perakaran yang sangat luas dan mempunyai akar tunggang yang sangat kuat, sehingga tanaman lengkeng tahan terhadap kekeringan dan tidak mudah roboh (Sunanto, 1990). Daun tanaman lengkeng ‘Diamond river’ termasuk daun majemuk, tiap tangkai memiliki 3 sampai 6 pasang helai. Daun berukuran panjang 10 cm dan lebar kurang lebih 3,5 cm, dengan tepi bergelombang dan ujung daun runcing (Rukmana, 1999). Daun berbentuk bulat panjang, tidak berbulu, permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua mengkilap, dan sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau (Sunanto, 1990).
Bunga pada lengkeng ‘Diamond river’ berbentuk malai yang terletak pada ujung-ujung cabang atau ranting dan berdiri tegak ke atas (Sunarjono, 2008). Lengkeng memiliki ukuran bunga yang kecil kurang lebih 1,5-6 mm x 0,6-2 mm. Warna bunga lengkeng putih kekuningan. Mahkota bunga berjumlah 5 petal dengan panjang tangkai individu bunga berkisar antar 1-4 mm. Pada bunga kelamin jantan memiliki 6-10 benang sari, sedangkan kelamin betina memiliki putik dan staminodes (Menzel, 2002). Pohon Lengkeng mempunyai tiga kelompok bunga, yaitu bunga berkelamin tunggal, berbunga jantan dan betina atau disebut berumah satu, serta hermafrodit. Pada pohon berumah satu dan hermafrodit, proses penyerbukan dan pembuahan mudah terjadi karena terdapat bunga jantan dan bunga betina sehingga tidak perlu ditanam berpasangan (Yulianto, et.al., 2008).
Buah lengkeng ‘Diamond river’ berbentuk bulat yang terdiri atas kulit buah, daging buah, dan biji. Kulit buah tipis dan berwarna hijau kecoklatan sampai coklat. Pericarpium pada kulit dapat bervariasi dalam warna dari kekuningan sampai coklat muda, dan kulit halus (Haryadi, 2007). Daging buah lebih tebal dibandingkan lengkeng lokal, berwarna putih bening, memiliki kadar air yang tinggi, beraroma harum khas lengkeng dan manis. Biji berbentuk bulat kecil dan berwarna cokelat (Usman, 2004).

BAB II. FAKTOR PENYEBAB POHON KELENGKENG TIDAK BERBUNGA DAN KEMUDIAN TIDAK BERBUAH


Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk merangsang pembungaan pada kelengkeng adalah:
A.    Pembererian ZPT Paklobutrazol. Larutan Cultar 250 SC mengandung bahan aktif paklobutrazol disemprotkan dengan konsentrasi 5 ml/l air sebanyak 5-10 l larutan per pohon, bergantung ukuran kanopi daun tanaman. Penyemprotan dilakukan ke seluruh permukaan daun kelengkeng hingga merata.
B.     Pembererian Pupuk Tambahan Hara Mikro. Pupuk tambahan Grow More yang diberikan adalah pupuk majemuk yang mengandung hara mikro KClO3, NaClO3, dan Br. Pupuk tambahan disemprotkan dengan dosis 1 g/l air sebanyak 5-10 l/pohon sesuai besar ukuran pohon. Di samping itu diaplikasikan pula pupuk KNO3 2,5 kg/pohon.
C.     Pererundukan Dahan. Perundukan dahan dilakukan dengan cara menarik percabangan ke bawah dengan kawat agar menjadi horizontal. Antara kawat dan dahan atau cabang yang dirundukkan diberi sabut kelapa agar kulit dahan tidak mengalami luka. Tunas-tunas air yang tumbuh di percabangan yang dirundukkan dipangkas. Jumlah dahan/pohon yang dirundukan adalah semua. Pohon kelengkeng yang diperlakukan berumur 8-15 tahun dengan diameter kanopi 3-4 m.
D.    Pemangkasan. Pemangkasan dilakukan terhadap tunas-tunas air, percabangan tidak produktif atau cabang-cabang yang ternaungi, maupun cabang-cabang kering. Tujuan dilakukan pemangkasan yaitu agar penyinaran sinar matahari dapat merata ke seluruh permukaan daun dan menembus ke dalam tajuk tanaman.
Dari peneilitian yang dilaksanakan Juanda dan Susilo 2008 menghasilkan bahwa Teknik perangsangan pembungaan kelengkeng yang dikaji berhasil meningkatkan jumlah pohon yang mampu menghasilkan bunga dan buah. Kerapatan bunga yang menjadi buah juga meningkat. Musim berbunga tahun 2005 kurang berhasil. Kondisi tersebut dapat diketahui dari penampilan pohon-pohon kelengkeng yang berada di Kabupaten Temanggung saat ini kebanyakan tidak berbunga. Pohon-pohon yang berhasil berbungapun tidak seluruh bunganya menjadi buah, sehingga ada pohon yang berbunga tetapi tidak berhasil berbuah. Dari seluruh pohon yang diamati sebagai tanaman kontrol (20 pohon) hanya 9 pohon yang berbunga, dengan persentase pembungaan rerata 3,25% per pohon. Dari 9 pohon yang berbunga hanya 3 pohon yang bunganya menjadi buah, dengan persentase rerata pucuk ranting berbuah hanya 0,9% per pohon.
Jumlah tanaman kelengkeng yang diperlakukan dengan paklobutrazol yang berhasil berbunga sebanyak 15 pohon (75%). Namun dari 75% jumlah pohon yang berhasil berbunga, hanya pada 6 pohon (30%) yang bunganya menjadi buah. Pohon-pohon yang lain bunganya gagal menjadi buah karena rontok. Kerapatan rerata bunga yang terbentuk pada perlakuan dengan paklobutrazol mencapai 10,8% per pohon. Adapun kerapatan rerata buah yang terbentuk dari pembungaan tersebut hanya 4,25% per pohon. Kegagalan bunga menjadi buah pada beberapa pohon terjadi karena pada saat pohon berbunga turun hujan lebat beberapa kali seminggu. Hujan lebat telah merontokkan bunga-bunga kelengkeng yang telah mekar. Pratomo et.al. (2002) menyatakan bahwa pemberian paklobutrazol pada saat curah hujan tinggi menjadi kurang efektif, karena tidak meningkatkan jumlah tunas, jumlah malai, maupun persentase bunga jadi. Kerontokan bunga akibat curah hujan yang tinggi tidak terjadi pada bunga hasil perlakuan lain, sebab pohon kelengkeng yang diaplikasi paklobutrazol telah berbunga lebih dahulu. Pada saat curah hujan masih tinggi, bunga-bunga dari pohon yang diperlakukan dengan pupuk mikro, perundukan, dan pemangkasan ranting belum berbunga. Rachmawati et.al. (2002) membuktikan bahwa pemberian paklobutrazol pada mangga telah mampu mempercepat munculnya bunga-bunga.
Pohon-pohon yang dirundukkan dahannya, 65% (13 pohon) di antaranya berhasil berbunga dan terdapat 10 pohon (50%) yang bunganya menjadi buah. Dengan perlakuan perundukan dahan dihasilkan bunga-bunga yang tidak hanya tumbuh di ujung-ujung ranting saja, tetapi tumbuh pula bunga-bunga dan buah-buah yang tumbuh di dahan-dahan yang dirundukkan Dahan atau cabang yang dirundukkan dalam posisi horizontal menjadi mudah berbunga dan berbuah. Bila cabang-cabang dibiarkan tumbuh ke atas, akan terjadi apikal dominan. Saat itu daun cenderung keluar terus menerus. Bunga dan buah tidak muncul. Saat posisi cabang horizontal, tidak ada lagi distribusi hormon yang dominan. Tanaman tidak lagi mengalami pertumbuhan vegetatif, tetapi memasuki fase generatif. Interaksi beberapa hormon pertumbuhan dan karbohidrat hasil fotosintesis menyebabkan tanaman berbunga (Fristantinovi. 2004).
Pemangkasan tunas-tunas air dan dahan-dahan yang terlalu rapat dan ternaungi berhasil merangsang pembungaan tanaman kelengkeng. Jumlah pohon yang berhasil berbunga akibat perlakuan pemangkasan sebanyak 13 pohon (65%) dan dari jumlah tersebut yang bunganya berhasil menjadi buah 7 pohon (35%). Kerapatan rerata pembungaan yang terbentuk karena pemangkasan ini mencapai 19,25% per pohon. Kerapatan rerata bunga tersebut mencapai tingkat tertinggi daripada yang dihasilkan dengan teknik lainnya, namun kerapatan rerata buah yang terbentuk hanya 10% per pohon. Pemangkasan cabang dan ranting yang tumbuh rapat membuka kanopi yang rimbun sehingga sinar matahari dapat menembus masuk ke bagian dalam tajuk tanaman hingga mencapai ke seluruh bagian daun dan cabang. Menurut Subiyanto dan Bintoro (1980) pemangkasan akan meningkatkan nisbah C/N. Nisbah C/N yang tinggi mengakibatkan penumpukan karbohidrat yang akhirnya merangsang pembentukan bunga dan buah, serta penggunaan radiasi surya oleh tanaman lebih efisien sehingga diperoleh hasil fotosintesis bersih per unit luas daun lebih besar daripada tanaman yang tidak dipangkas. Sunaryono (1977) menyatakan bahwa tanaman berbunga bila kandungan karbohidrat dan nitrogen sebanding sehingga rasio C/N seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

Firstantinovi, E. S. 2004. Membuahkan Lengkeng dalam Pot. Panebar Swadaya, Jakarta. 64 p.2. Ferree, D. C. and C. G. Forshey. 1988. Influence of Pruning and Urea Sprays on Growth and Fruiting of Spur Bound ”Delicious” Apple Trees. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 113(5):699-703.
Rachmawati, D., S. Yuniastuti, Samad, dan R.D. Indriana. 2002. Pengaruh Penggunaan ZPT terhadap Pembungaan dan Produksi pada 4 Varietas Mangga Unggul. Prosiding Seminar dan Ekspose Teknologi Hasil Pengkajian BPTP Jawa Timur. p.303-310.
Soenaryono, H. 1977. Agroklimat, Aspek Penting dalam Bertanam Lengkeng. Trubus. 333:15-16.
Subiyanto dan M. H. Bintoro. 1980. Pengaruh Frekuensi Pemetikan Daun Muda terhadap Pertumbuhan dan Produksi Ubikayu. Bul. Agronomi. 11(2):14 – 15.
Wang, C. Y. and G. L. Steffens, and Faust. 1986. Effect of Paclobutrazol on Accumulation of Carbohydrates in Apple Wood. Hort. Sci. 21(6):1419-1421.
Pratomo, A.G., R.D. Wijadi, A. Budijono, M. Sugiyarto, dan Martono. 2002. Pengkajian Pengaturan Pembungaan Mangga di Dataran Medium. Prosiding Seminar dan Ekspose Teknologi Hasil Pengkajian BPTP Jawa Timur. p. 288-294.
 Wieland, W. F. and K. L. Wample. 1985. Effect of Paclobutrazol on Growth, Photosynthesis and Carbohydrate Content of Delicious Apple. Hort. Sci. 20: 139-147.

Yuniastuti, S., T. Purbiati, P. Santoso, dan E.S. Hastuti. 1997. Pemangkasan Cabang dan Aplikasi Paklobutrazol pada Mangga. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Komoditas Unggulan. BPTP Karangploso, Malang. p.60-69.

Comments

Popular posts from this blog

JENIS-JENIS MUTAGENESIS DAN PEMBENTUKAN MUTAN MAKALAH

LAPORAN PRAKTIKUM PENGETAHUAN MENGENAI BAHAN SAYURAN DAN BUAH

Laporan Praktikum